Tag Archives: asas pemilu

PEMILIHAN UMUM

Standard

 kotak-suara_01

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Pemerintahan Indonesia terdiri atas presiden sebagai kepala Negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan Indonesia yang dibantu beberapa menteri yang tergabung dalam suatu kabinet. Presiden sebagai kepala pemerintahan Indonesia memegang kekuasaan eksekutif dalam Negara Indonesia karena melaksanakan amanat dari rakyat selama 5 tahun (1 periode). Oleh karena itu, kursi presiden menjadi kedudukan yang sakral di Indonesia.

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia yang berlangsung dari masa ke masa dengan adanya perubahan dari setiap tahunnya, maka dari itu Pemilihan Umum adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Pemilu di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1955 untuk memperebutkan kursi di MPR dan Konstituante. Pemilu ini merupakan satu-satunya pemilu yang dilakukan pada zaman orde lama. Pada masa orde baru dan awal masa reformasi presiden dipilih melalui musyawarah MPR, hal itulah yang menyebabkan alm. Soeharto berhasil menjabat sebagai presiden selama 31 tahun. Namun pada tahun 2004 dilakukan pemilihan umum presiden untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia. Presiden dan Wakil presiden terpilih memegang jabatan selama 5 tahun atau 1 periode, dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 periode, sesuai perubahan pertama UUD 1945 pasal 7. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (atau sering dikenal dengan sebutan SBY) merupakan presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat pada tahun 2004, dan melanjutkan masa jabatannya hingga tahun 2014, karena pada tahun 2009 memenangkan pemilu untuk kedua kalinya. Sesuai dengan UUD tersebut, pada pemilu 2014 presiden SBY tidak dapat mengikuti pemilihan presiden lagi. Sehingga pemilihan presiden pada tahun 2014 akan menentukan presiden kedua hasil pilihan rakyat secara langsung.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui pemilihan umum di Indonesia dari masa ke masa, serta proses pemilihan umum yang di lakukan di Indonesia.

1.3 Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian pemilu ?
  2. Bagaimana pengertian asas pemilu berdasar UU.No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPD,dan DPRD dan UU.No.15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu?
  3. Bagaimana sistem pemilu di Indonesia?
  4. Apa yang menjadi tujuan dari pemilu?
  5. Bagaimana tahapan pemilu di Indonesia?
  6. Apa yang menjadi dasar hukum pemilu di Indonesia?
  7. Bagaimanakah peraturan pemasangan atribut kampanye di Indonesia?
  8. Apa yang menjadi syarat untuk mengajukan diri menjadi calon presiden?
  9. Apa itu partai politik?
  10. Apa yang menjadi syarat untuk mengikuti pemilu?
  11. Bagaimana pemilu di Indonesia dari masa ke masa?
  12. Bagaimana proses pemilu di Indonesia ?
  13. Bagaimana sejarah pemilu di Indonesia dari masa ke masa?
  14. Bagaima tingkat golput di Indonesia dari tahun ke tahun?
  15. Apa manfaat pemilu ?
  16. Bagaimana Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota?

1.4 Metode Penyusunan

Dalam pembuatan makalah ini Penulis memperoleh bahan  dari pembelajaran yang dilakukan selama mata kuliah Sosiologi Politik yang berlangsung serta menggunakan metode studi pustaka melalui media elektronik, agar bahan penyusunan makalah ini semakin lengkap.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Pemilihan Umum (pemilu)

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. [1]Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Pemilu Menurut Para Ahli

  1. Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai.
  2. Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan, pemilu merupakan: “Elections are the accostions when citizens choose their officials and cecide, what they want the government to do. ng these decisions citizens determine what rights they want to have and keep.”
  3. Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara”.
  4. Menurut Suryo Untoro “Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD I dan DPRD II)”.[2]

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian pemilihan umum secara luas yaitu sebagai sarana yang penting dalam kehidupan suatu negara yang menganut azas Demokrasi yang memberi kesempatan berpartisipasi politik bagi warga negara untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka.

2.2   Pengertian Asas Pemilu Berdasar UU.No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPD,dan DPRD dan UU.No.15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu

Pemilu Adalah pemilihan umum.Menurut UU No.8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam pasal 1 angka 1 disebutkan pemilihan umum, selanjutnya disebut pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahassia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian dalam undang – undang ini juga sama persis dengan UU.No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.

Dari pasal 1 UU.No.8 tahun 2012 dengan UU.No.15 tahun 2011 terlihat bahwa Pemilu ditujukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD ) baik provinsi dan kabupaten / kota (berdasar angka 2 Pasal 1 UU.No.8 tahun 2012 dan UU.No.15 tahun 2011).Selain memilih anggota legislatif seperti yang telah dipaparkan diatas, Pemilu juga untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden .Berkenaan dengan hal tersebut maka diatur dalam UU.No.42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Bila kita amati pengaturan mengenai Pemilu tidak hanya diatur dalam satu undang – undang saja, sehingga muncullah pemikiran sebenrnya apakah hakikat dari pemilu sampai diatur dalam beberapa kebijakan ?

Didepan telah disinggung pengertian Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi atau mutlak. Bila digabung dengan kata rakyat maka kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyat memiliki hak untuk menentukan roda pemerintahan melalui suaranya dalam Pemilu.Berdasar UU.No.8 tahun 2012 dan UU.No.15 tahun 2011 Pemilu tidak hanya  ditujukan untuk memilih badan legeslatif saja tetapi untuk memilih esekutif juga.Kedua lembaga tersebut merupakan   2 dari beberapa lembaga tinggi yang ada di Indonesai. Dengan demikian jelaslah bahwa masa depan Indonesia berada di tangan rakyat sendiri karena lembaga – lembaga tinggi tersebut dipilih oleh rakyat. Sehingga muncullah konsep bahwa pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat.Karena sesungguhnya orang – orang yang duduk dalam lembaga tinggi tersebut juga berasal dari rakyat. Hal ini tentu juga sesuai dengan konsep negara demokratis.

Karena Pemilu menentuka masa depan suatu bangsa maka dalam pelaksanaanya juga terdapat asas – asas yang memuat prinsip pemilu. Asas ini meliputi langsung, umum, bebas, rahasia jujur, dan adil (terdapat dalam pasal 2 UU .No.8 tahun 2012 dan UU.No.15 tahun 2011 ). Meski dasar – dasar pelaksanna Pemilu terdapat dama undang – undang namun dalam prakteknya masih banyak terjadi penyimpangan, misalnya suap bagi para calon pemilih .

Sebaiknya sebagai mahasiswa, pelopor perubahan maka menjadi tanggung jawab kita untuk memperbaiki apa yang nyata telah terbukti salah dan menyimpang.

2.3       Sistem Pemilu

  • Sistem Distrik :

Satu wilayah (satu distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal (single-member constituency) atas dasar suara terbanyak. Suara lawan yang kalah dianggap hilang.

  • Keuntungan Sistem Distrik
  1. Fragmentasi atau kecenderungan untuk membuat partai dapat dibendung
  2. Dapat mendorong penyederhanaan partai tanpa paksaan
  3. Wakil distrik yang duduk di DPR lebih dekat dengan rakyat pemilihnya.
  4. Lebih aspiratif dan dapat memperjuangkan rakyat pemilihnya
  • Kelemahan Sistem Distrik
  1. Partai yang kalah akan kehilangan suara
  2. Lebih memperjuangkan kepentingan distrik
  3. Memudahkan terjadinya pengkotakan etnis dan agama
  4. Mendorong terjadinya dis-integrasi
  • Sistem Proporsional :

Satu wilayah (daerah pemilihan) memilih beberapa wakil (multi-member constituency), yang jumlahnya ditentukan berdasarkan rasio, misalnya 1 : 400.000. Artinya 1 wakil dipilih oleh 400.000 pemilih.

  • Keuntungan Sistem Proporsional
  1. Lebih demokratis, karena menggunakan asas one man one vote
  2. Tidak ada suara yang hilang, karena lebih bersifat representatif
  3. Lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan distrik/daerah
  4. Kualitas wakil rakyat yang akan duduk di DPR dapat terpantau dan terseleksi dengan baik melalui sistem daftar calon.
  • Kelemahan Sistem Proporsional
  1. Kurang mendorong partai-partai untuk bekerjasama satu sama lain
  2. Cenderung mempertajam perbedaan antar partai
  3. Wakil yang dipilih punya kemungkinan tidak mewakili rakyat pemilihnya
  4. Kekuatan partai sangat bergantung pada pemimpin partai
  • Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional)
  1. Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan proporsional)
  2. Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya lagi dipilih melalui proporsional.
  3. Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.

2.4       Tujuan pemilu

Pemilu diselengarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagai mana diamanatkan dalam UUD 1945.

2.5 Tahapan Pemilu[3]

  1. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih.

Kegiatan awal yang perlu dilakukan untuk melaksanakan pemilu adalah pendaftaran orang-orang yang memilki hak untuk memilih, misalnya yang sudah berusia minimal 17 tahun, bukan anggota TNI/Polri, tidak terganggu jiwanya dan sebagainya. Pendaftaran pemilih sangat penting untuk memastikan hanya mereka yang berhak yang bisa menggunakan hak pilihnya, juga untuk pengadaan logistik pemilu seperti pencetakan surat suara, pembuatan Tempat Pemungutan Suara (TPS), bilik dan kotak suara dan sebagainya.

  1. Pendaftaran dan Penetapan Peserta Pemilu.

KPU juga perlu mendaftar siapa yang boleh jadi peserta pemilu? Tidak semua orang atau partai boleh ikut pemilu, tanpa ada syarat yang harus dipenuhi. Bisa kacau bro. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk bisa didaftarkan sebagai peserta pemilu. Nah, tugas KPU adalah memverifikasi (memeriksa) kelengkapan syarat-syarat itu sehingga mereka bisa ditetapkan sebagai peserta pemilu.

  1. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan.

Pemilu dimaksudkan untuk memperebutkan kursi di DPR, DPD atau DPRD. Berapa jumlah kursinya? Nah, hal itu perlu diatur berdasarkan wilayah tertentu yang disebut dengan daerah pemilihan.

  1. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Tahap selanjutnya adalah pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Partai politik akan mengajukan daftar calon untuk dipilih rakyat dalam pemilu secara langsung.

  1. Masa kampanye.

Ini tahapan yang paling heboh. Banyak poster, spanduk, kumpulan massa dan bahkan arak-arakan di jalan-jalan. Tujuan kampanye sebenarnya untuk memperkenalkan visi, misi dan program partai atau calon kepada rakyat kalau mereka terpilih sebagai wakil rakyat.

  1. Masa tenang.

Masa tenang adalah masa antara berakhirnya kampanye dan pemungutan suara. Saat itu semua bentuk kampanye harus dihentikan dan semua pihak fokus pada persiapan pemungutan suara. Itulah yang disebut masa tenang.

  1. Pemungutan dan penghitungan suara.

Inilah tahapan yang dinanti-nanti semua pihak yang terlibat dalam pemilu. Saat itu rakyat diberi kesempatan untuk mendatangi TPS guna memilih calon pemimpin atau wakil rakyat yang mereka nilai layak mewakili mereka. Setelah pemungutan suara usai, akan dilakukan penghitungan suara. Kamu bisa berpartisipasi secara aktif mengawasi atau memantau pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.

  1. Penetapan hasil Pemilu.

Setelah suara dihitung, barulah hasilnya ditetapkan. Saat itu akan diketahui siapa yang keluar sebagai pemenang dalam pemilu, siapa saja yang terpilih jadi wakil rakyat, berapa banyak jumlah suara yang diperoleh setiap peserta pemilu.

  1. Pengucapan sumpah/janji .

Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Setelah KPU menetapkan hasil pemilu dan calon terpilih, para calon wakil rakyat itu akan dilantik sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD.[4]

2.6  Pemilihan Umum Indonesia

Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Waktu pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Asas Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia Pemilu yang LUBER dan Jurdil mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan, berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil. Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. Hukum pemilu dibuat untuk mencegah dan memberikan sanksi agar tidak terjadi pelanggaran peraturan pemilu. Hukum pemilu juga mengatur penyelesaikan kasus-kasus sengketa atau perselisihan pemilu yang melibatkan para pihak. [5](Budiarjo, 2000).

2.7  Peraturan Pemasangan Atribut Kampanye

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mensosialisasikan peraturan Nomor 15 tahun 2013 Pasal 17, tentang pedoman pelaksanaan kampanye pemilihan umum yang menyatakan alat peraga kampanye tidak ditempatkan di lokasi pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan. Ukuran maksimal spanduk adalah 1,5 x 7 meter, dan pemasangan baliho maksimal satu di setiap wilayah yang telah ditentukan KPU.

2.8  Syarat Mengajukan Diri Menjadi Calon Presiden

Terdapat 18 syarat wajib yang harus dipenuhi oleh capres dan cawapres. Persyaratan itu dituangkan KPU dalam UU No. 23 tahun 2003 yang diimplikasikan ke dalam Peraturan KPU nomor 15 tahun 2014 atau dalam UU No. 42 tahun 2008 pasal 14 tentang Pencalonan dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014.

(I) Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:

  1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.
  3. Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.
  4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
  5. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.
  7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.
  8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.
  9. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
  10. Terdaftar sebagai Pemilih.
  11. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
  12. Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
  13. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
  14. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
  15. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun.
  16. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
  17. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI.
  18. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan Negara Republik Indonesia.

(II) Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR.

  • DPR berpendapat bahwa Pasal 1 ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (2) dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) sudah sesuai dengan amanat pasal 6A ayat (1), (2) UUD 1945. Sebab parpol adalah peserta pemilu yang berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
  • Menurut UU No. 42 Tahun 2008 pasal 9, pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sementara, menurut UUD 1945 pasal 6 ayat (1), (2) presiden yang mencalonkan diri haruslah orang Indonesia asli, dan akan dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.

2.9  Partai Politik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 pasal 1 ayat 1 Tentang Partai Politik, disebutkan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serat memelihara keutuhan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945. Partai politik dibutuhkan sebagai sarana demokrasi, dalam hal ini partai politik bertindak sebagai perantara dalam proses pengambilan keputusan bernegara yang menghubungkan antara warga negara dengan institusi-institusi kenegaraan. Partai politik juga mempunyai peranan penting dalam proses kebijakan yaitu pemilihan presiden dan dewan perwakilan rakyat (DPR).

2.10          Syarat Mengikuti Pemilu

Menurut UU no. 2 tahun 2008

  • Partai Politik dapat menjadi peserta Pemilihan Umum apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  1. Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;
  2. Memiliki pengurus lebih dari ½ (setengah) jumlah propinsi di Indonesia;
  3. Memiliki pengurus lebih dari ½ (setengah) jumlah kabupaten/kotamadya di propinsi sebagaimana dimaksud pada huruf b
  4. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik.
  • Partai Politik yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat menjadi Peserta Pemilihan Umum, namun keberadaannya tetap diakui selama partai tersebut melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Partai Politik.

2.11          Sejarah Pemilu Indonesia Dari Masa ke Masa

Sejak merdeka tahun 1945, Negara Indonesia sudah melaksanakan pemilihan umum (pemilu) sebanyak 11 kali. Mulai dari pemilu pertama di tahun 1955 hingga pemilu tahun 2014 ini. Pemilu tahun 2014 ini merupakan pemilu yang  ke-11 yang dilakukan Indonesia.  Lalu bagaimanakah perjalanan pemilu di Indonesia dari masa ke masa? Berikut penjelasannya :

  • Pemilu Pertama, 1955

Sejak berdirinya negara Indonesia, Bapak Hatta telah memikirkan untuk segera melakukan pemilu sesuai maklumat X tanggal 3 November 1945. Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal[6] :

  1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
  2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Pemilu pertama di Indonesia  sering disebut sebagai pemilu yang paling demokratis meski pelaksanaannya saat situasi negara belum kondusif. Inilah tonggak pertama masyarakat Indonesia belajar tentang demokrasi. Waktu itu Republik Indonesia baru berusia 10 tahun. Indonesia baru yang sangat muda, terseok- seok dalam mempersiapkan pemilu. Situasi keamanan yang belum kondusif, kabinet yang penuh friksi, dan gagalnya pemerintahan baru menyiapkan perangkat Undang-Undang pemilu, membuat pemungutan suara baru bisa dilaksanakan 10 tahun setelah kemerdekaan. Tak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri. Dalam pemilu 1955 masyarakat memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang dilakukan dalam dua periode.

  • Pertama tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
  • kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante . Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga ikut berpartisipasi. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Dari pelaksanaannya, pemilu pertama bisa dikatakan sukses dan berlangsung damai. Dimana tingkat partisipasi warga begitu tinggi. Suara sah saat pemilu mencapai 88 persen dari 43 juta pemilih. Sedangkan pemilih yang suaranya tidak sah atau tidak datang (golput) hanya sebesar 12,34 persen. Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante(Konstituante adalah lembaga negara yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru menggantikan UUD sementara 1950). Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu tahun 1955 memilih 257 anggota DPR dan 514 anggota konstituante (harusnya 520 anggota, namun irian barat memiliki jatah 6 kursi, tidak melakukan pemilihan) dengan 29 jumlah partai politik dan individu yang ikut serta. Pemilu ini dilaksanakan pada pemerintahan perdana menteri Burhanuddin Harahap, setelah menggantikan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo yang mengundurkan diri. Hasil dari pemilu tahun 1955 menetapkan Partai Nasional Indonesia menjadi pemenang dengan 23.97% suara dan berhak atas 119 kursi di konstitusi[7].

Selanjutnya, kondisi politik Indonesia pasca pemilu 1955 sarat dengan berbagai konflik. Akibatnya, pemilu berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 1960 tidak dapat terselenggara. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959 yang membubarkan DPR dan Konstituante hasil pemilu 1955 serta menyatakan kembali ke UUD 1945. Soekarno secara sepihak membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat oleh presiden.

  • Pemilu 1971

Setelah Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadipresiden menggantikan Bung Karno pada 1967, ia menetapkan bahwa pemilu baru akan diselenggarakan pada tahun 1971. Pemilu kali ini diikuti oleh 10 partai yakni; Golkar, NU, Parmusi, PNI, PSII, Parkindo, Katolik, Perti, IPKI dan Murba. Jumlah pemilih pada pemilu ini adalah sebanyak 54.669.509 suara dimana partai pemenang Golkar meraih sebanyak 62.82% suara dan berhak atas 236 kursi.[8]

Pemilu kedua digelar pada 5 Juli 1971. Hal baru pada pemilu tahun ini adalah ketentuan yang mengharuskan semua pejabat negara harus netral. Ini berbeda dengan pemilu tahun 1955 di mana para pejabat negara yang berasal dari partai ikut menjadi calon partai secara formal. Namun, dalam prakteknya, para pejabat negara berpihak ke salah satu peserta pemilu yaitu Golongan Karya. “Rekayasa politik” orde baru yang berlangsung hingga 1998 di mulai pada tahun ini. Sejumlah kebijakan ditelurkan demi menguntungkan Golongan Karya.

Pemenang Pemilu        : Golongan Karya (Golkar)

Peserta                         : 9 partai + 1 organisasi masyarakat

Pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, pelaksanaan pemilu berdasarkan ketetapan MPRS No. XLII/1968 yang penjabarannya dituangkan dalam UU No. 16/1969 tentang maksud, tujuan dan tata cara pelaksanaan pemilu; dan UU No. 16/1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Beberapa parpol pada Pemilu 1955 tak lagi ikut serta karena dibubarkan, seperti Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dalam pelaksanaan Pemilu menggunakan sistem proporsional dengan daftar tertutup dan semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Golkar menang dengan mengantongi 62,8 persen suara (236 kursi DPR). Disusul partai lain seperti Nahdlatul Ulama (NU), Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Banyak perdebatan antara pakar sejarah politik tentang kadar demokrasi dalam pemilu 1971 ini. Karena banyaknya indikator sebuah pemilihan umum demokratis yang tidak terpenuhi atau bahkan ditinggalkan sama sekali. Hal ini tidak terlepas dari proses transisi kepemimpinan yang diawali oleh peristiwa berdarah yang kemudian membuat politik Indonesia disebut-sebut masuk kedalam sebuah era pretorianisme militer. Sebuah era dimana militer selalu mempunyai peran penting dalam menjaga serta mempertahankan kekuasan. Meski demikian, di pemilu ini, golput yang pertama kali dicetuskan dan dikampanyekan justru mengalami penurunan sekitar 6,67 persen.

  • Di awal, Presiden Soeharto berniat mengadakan pemilu dengan sistem distrik, yang mana tujuannya adalah dengan melakukan penyederhanaan partai. Tapi, usul itu malah ditolak oleh partai-partai yang ada. Sehingga, undang-undang yang dihasilkan pun hanya modifikasi kecil dari ketentuan tentang distrik. Belakangan, yang disetujui semua pihak adalah sistem proporsional. Akhirnya Sebagai peserta pemilu, MPRS menetapkan bahwa hanya partai politik yang sudah mempunyai perwakilan di DPR dan DPRD sajalah yang boleh ikut pemilu. Dengan demikian tinggal 9 parpol yang menjadi kontestan, yaitu: Partai Katholik, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Nahdlatul Ulama, Parmusi, PNI, Parkindo, Perti, IPKI, Murba dan Sekber Golkar.
  • Orde Baru memperkenalkan pemilu serentak (pemilu borongan) yakni memilih sekaligus anggota DPR, memilih anggota DPRD Tingkat I (provinsi), dan memilih DPRD Tingkat II (kabupaten dan kota madya) dalam satu masa pemilihan. Yang mungkin karena dilakukan dengan cara sekaligus semacam itu maka pemilu diberi predikat sebagai “Pesta Demokrasi”. Dikarenakan diadakan serentak demikian, tentu diperlukan biaya yang besar pula.
  • Perbedaan yang mencolok antara Pemilu 1955 dengan Pemilu 1971. Misalnya, asas jujur dan kebersamaan, seperti Pemilu 1955, ditiadakan. Sebagi gantinya, hanya dikenal asas Luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia).
  • Selain itu, panitia berada pada tangan pemerintah, sedangkan partai-partai hanya dilibatkan sebagai saksi dalam penghitungan suara. Alhasil dalam peraturan baru itu, DPR yang dihasilkan pemilu berjumlah 460 orang. Tapi, seratus orang di antaranya diangkat mewakili angkatan bersenjata (75 orang dari ABRI dan 25 orang dari non-ABRI), sebagai perwujudan “konsensus nasional”. Begitu pula halnya di MPR. Dari 920 anggota MPR, sebanyak 207 orang (sepertiga dari keseluruhan) ditunjuk oleh presiden; 253 anggota tambahan mewakili daerah (dipilih oleh DPRD), serta; kelompok-kelompok “utusan golongan” yang ditunjuk presiden. Di mata pengamat politik William R. Lidle, proses pemilihan semacam itu telah mengurangi nilai pemilu sebagai praktek demokrasi.
  • Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejabat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971, para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Pemerintah mengeluarkan Permen (Peraturan Menteri) No. 12/1969 yang melarang pegawai negeri masuk partai politik, tapi boleh ikut Golkar. Ketentuan monoloyalitas itu berlaku bagi pegawai negeri pada semua tingkat. Jadi sesungguhnya pemerintah merekayasa ketentuan – ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.
  • Pemilu Orde Baru 1977 (1977, 1982, 1987, 1992, 1997)

Setelah pemilu 1971 terselenggara, pelaksanaan pemilu mulai terlaksana secara periodik dan berkala, yakni setiap 5 tahun sekali. Pada pemilu orde baru terdapat perbedaan dengan pemilu-pemilu sebelumnya, yakni, pesertanya jauh lebih sedikit, yaitu sebanyak 3 partai saja. Partai yang mengikuti pemilu adalah Golkar, PPP dan PDI. Sebanyak 5 kali gelaran pemilu dari tahun 1977 hingga 1997, Golkar selalu menjadi pemenang pemilu dengan perolehan suara yang sangat mencolok dibandingkan 2 partai lainnya. Hasil Pemilu 1977

  • Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
  • Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.
  • PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.
  • PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.[9]
  • Pemilu tahun 1982

Pemilihan Umum tahun 1982 dilakukan serentak tanggal 4 Mei 1982. Sistem dan tujuannya sama dengan tahun 1977, di mana hendak memilih anggota DPR (parlemen) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1982-1987. Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat oleh presiden.

Pelaksanaan pemilu dibawah Orde Baru memiliki karakter yang berbeda dengan pemilu yang dikenal negara-negara demokrasi pada umumnya. Jika di negara demokrasi karakter pemilu dibangun diatas prinsip free and fair baik dalam struktur dan proses pemilu, sebaliknya, Orde Baru justru menghindari penerapan prinsip tersebut. Yang terjadi kemudian adalah ketidak seimbangan kontestasi antar peserta pemilu dan hasil pemilu tidak mencerminkan aspirasi dan kedaulatan rakyat. Pelaksanaan Pemilu diatur melalui cara-cara tertentu untuk kelanggengan kekuasaan Orde Baru itu sendiri.

Pemilihan Umum tahun 1982 yang dilaksanakan dibawah payung hukum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilu, yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980, meskipun demikian, tidak ada perubahan berarti dalam setiap perubahan.

Jumlah Penduduk Indonesia pada Pemilihan Umum Tahun 1982 kurang lebih 146.532.397, dari jumlah itu penduduk yang terdaftar menjadi pemilih sekitar 82.134.195. Jumlah peserta pemilu hanya tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Hasil Pemungutan Suara :

No Urut Nama Partai Jumlah Suara Jumlah Kursi
1. Partai Persatuan Pembangunan 1982 20871880 94
2. Partai Golongan Karya 48334724 242
3. Partai Demokrasi Indonesia 1982 5919702 24
  • Pemilu 1987

Pemilu berikutnya tahun 1987 yang dilakukan tanggal 23 April 1987. Masih dalam masa orde baru secara sistem dan tujuan pemilihan masih sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota parlemen. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden Suharto. Sistem Pemilu yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya, yaitu Proporsional dengan varian Party-List. Di pemilu tahun ini dari 93 Juta lebih pemilih, sekitar 85 juta suara yang sah atau sebanyak 91,32 persen. Seperti biasa pemilu tersebut dimenangkan oleh Golongan Karya.

  • Pemilu 1992

Pemilu kelima yang dilakukan secara periodik pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992. Tidak jauh beda dengan pemilu sebelumnya, secara sistem dan tujuan juga masih tetap sama. Sementara untuk suara yang sah tahun 1992 mencapai 97 Juta lebih suara, dari total pemilih terdaftar 105.565.697 orang. Seperti biasa pemilu tersebut dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu 1997 merupakan Pemilu terakhir di masa pemerintahan Presiden Suharto. Pemilu ini diadakan tanggal 29 Mei 1997. Sistem dan tujuan penyelenggaraan pemilu masih sama yakni, Proporsional dengan varian Party-List. Dimana saat itu memilih 424 orang anggota DPR. Pada tanggal 7 Maret 1997, sebanyak 2.289 kandidat (caleg) telah disetujui untuk bertarung guna memperoleh kursi parlemen. Pemilu 1997 ini menuai sejumlah protes. Di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa oleh sebab kecurangan Pemilu dianggap sudah keterlaluan dan di tahun ini jumlah suara yang sah hampir 113 Juta suara.

Pemilu-Pemilu yang dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 di bawah pemerintahan soeharto, yang hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu yang bisa dibilang dipercepat pelaksanaannya. Setelah presiden Soeharto dilengserkan kekuasannya pada Mei 1998 dan digantikan oleh wakil presiden saat itu Bacharuddin Jusuf Habibie, atas desakan publik pemilu diselenggarakan lebih cepat sehingga hasil pemilu 1977 segera diganti. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai. Pada tahap penghitungan suara pemilu, terdapat sebanyak 27 partai politik yang menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan alasan pemilu belum jujur dan adil. Meskipun demikian, penghitungan suara tetap dilangsungkan dan PDIP keluar sebagai pemenang pemilu dengan meraih 35.689.073 suara dari total 105.786.661 suara sah.[10] Pemilu 1999 ini sama dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971. Sedangkan angka partisipasi pemilih mencapai 94.63 persen. Sementara angka Golput hanya sekitar 5,37 persen saja.

  • Pemilu tahun 2004

Pemilu pada tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemilu ini diikuti oleh 24 partai dimana partai Golkar keluar sebagai pemenang pemilu dengan 23.27% suara dari total 113.125.750 suara sah.[11]

Pemilu 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II).

Pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004 digelar setelah hasil pemilu DPR, DPRD dan DPD didapat. Terdapat 5 nama pasangan calon presiden dan wakil presiden. Karena kelima pasangan calon belum ada yang menyentuh angka 50% pada putaran pertama, maka dua calon yang mendapat suara terbanyak maju ke putaran kedua untuk melakukan pemilu putaran kedua. Pasangan calon yang maju ke putaran kedua ialah Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi serta H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla. Hasil dari pemilu presiden putaran kedua akhirnya menetapkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden pilihan rakyat Indonesia untuk periode 2004-2009.

Pemilu 2004 ini adalah periode pertama kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono. Meski demikian di Pemilu Legislatif jumlah pemilih terdaftar yang tidak memakai hak pilihnya cukup besar yakni sekitar 23 juta lebih suara, dari jumlah pemilih terdaftar 148 Juta pemilih, atau 16 persen tidak memakai hak pilihnya[12].

  • Pemilu 2009

Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran). Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004. Pemilu 2009 menjadi periode kedua terpilihnya presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan didampingi Prof. Dr. Boediono sebagai wakil presiden. Sementara untuk jumlah golput hampir 50 juta suara atau sekitar 30 persen. Jumlah angka golput ini tergolong besar meskipun masih lebih kecil dari hasil survei yang memprediksi angka golput mencapai 40 persen.

  • Pemilu 2014

Pemilihan Umum 2014 merupakan pemilu yang ke-11 dalam dinamika pesta demokrasi di Indonesia untuk pemilihan anggota Legisatif. Sedangkan untuk Pemilihan Presiden, tahun ini adalah yang ketiga kalinya setelah tahun 2004 dan 2009.

  • Pemilihan umum Presiden

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019. Pemilihan ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia. Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat maju kembali dalam pemilihan ini karena dicegah oleh undang-undang yang melarang periode ketiga untuk seorang presiden.[13] [14]Menurut UU Pemilu 2008, hanya partai yang menguasai lebih dari 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi 25% suara populer dapat mengajukan kandidatnya. Undang-undang ini sempat digugat di Mahkamah Konstitusi, namun pada bulan Januari 2014, Mahkamah memutuskan undang-undang tersebut tetap berlaku. [15] [16]Pemilihan umum ini akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014.[17] Presiden dan Wakil Presiden terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

  • Gugatan Pasca Pilpres

Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil pemilihan ini, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, koalisi merah putih di DPR juga berencana meluncurkan pansus pilpres yang akan memanggil KPU[18] . Namun Kubu Prabowo-Hatta Rajasa membantah bahwa pansus ini digunakan untuk membatalkan hasil pemilihan umum, melainkan memperjuangkan pelaksanaan Pemilu yang lebih baik di masa depan[19]  Selain itu juga ada rencana mengajukan gugatan ke PTUN dan MA jika gugatan ke MK tidak dikabulkan .[20]

  • Pemilihan umum legislatif

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2014) diselenggarakan pada 9 April 2014 untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019.

Pemilihan ini dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 serentak di seluruh wilayah Indonesia. Namun untuk warga negara Indonesia di luar negeri, hari pemilihan ditetapkan oleh panitia pemilihan setempat di masing-masing negara domisili pemilih sebelum tanggal 9 April 2014. Pemilihan di luar negeri hanya terbatas untuk anggota DPR di daerah pemilihan DKI Jakarta II, dan tidak ada pemilihan anggota perwakilan daerah.

  • Perubahan Peraturan Pemilu Anggota DPR&DPRD

Dalam undang-undang pemilihan umum terbaru yaitu UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen untuk DPR ditetapkan sebesar 3,5%, naik dari Pemilu 2009 yang sebesar 2,5%. Dalam UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, pada awalnya ditetapkan bahwa ambang batas parlemen sebesar 3,5% juga berlaku untuk DPRD.[21] Akan tetapi, setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan ambang batas 3,5% tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD.

2.12 Golput dari Tahun ke Tahun

Partisipasi pemilih dalam setiap pagelaran pemilu selalu memprihatinkan. Angka golongan putih (golput) masih terus meningkat di setiap pemilu yang digelar di Indonesia. Tingkat partisipasi politik pada Pemilu rezim Orde Lama mulai dari tahun 1955 dan Orde Baru pada tahun 1971 sampai 1997, kemudian Orde Reformasi tahun 1999 sampai sekarang masih cukup tinggi. Tingkat partisipasi politik pemilih dalam pemilu tahun 1955 mencapai 91,4 persen dengan angka golput hanya 8,6 persen. Baru pada era non-demokratis Orde Baru golput menurun. Pada Pemilu 1971, tingkat partisipasi politik mencapai 96,6 persen dan jumlah golput menurun drastis hanya mencapai 3,4 persen. Sementara Pemilu tahun 1977 dan Pemilu 1982 hampir serupa. Yakni, partisipasi politik sampai 96,5 persen dan jumlah golput mencapai 3,5 persen. Pada Pemilu 1987 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 96,4 persen dan jumlah golput hanya 3,6 persen. Pada Pemilu 1992 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 95,1 persen dan jumlah golput mencapai 4,9 persen. Untuk Pemilu 1997 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 93,6 persen dan jumlah golput mulai meningkat hingga 6,4 persen.

Pasca-reformasi, pada Pemilu 1999 tingkat partisipasi memilih 92,6 persen dan jumlah Golput 7,3 persen. Angka partisipasi yang memprihatinkan terjadi pada Pemilu 2004, yakni turun hingga 84,1 persen dan jumlah golput meningkat hingga 15,9 persen. Pada Pilpres putaran pertama tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 78,2 persen dan jumlah Golput 21,8 persen, sedangkan pada Pilpres putaran kedua tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 76,6 persen dan jumlah golput 23,4 persen.

Pada Pemilu Legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih semakin menurun yaitu hanya mencapai 70,9 persen dan jumlah golput semakin meningkat yaitu 29,1 persen. Pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 71,7 persen dan jumlah golput mencapai 28,3 persen. Bagaimana dengan Pemilu 2014?

Berdasarkan survei dari CSIS dan lembaga survei Cyrus Network telah menetapkan persentase pemilih yang enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum legislatif 2014. Dari hasil kalkulasi mereka melalui metode penghitungan cepat, tingkat ‘golongan putih’ pemilu tahun ini hampir menyentuh angka 25 persen. “Tingkat partisipasi pemilih 75,2 persen. Sementara yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 24,8 persen,” tulis peneliti CSIS Philips J. Vermonte, melalui keterangan pers.

2.13 Manfaat Pemilu

 

  1. Pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan.
  2. Pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.
  3. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.
  4. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat.
  5. Pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintah Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota

2.14     Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota

2.14.1 UMUM

Untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan  Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Kedaulatan rakyat dan demokrasi tersebut perlu ditegaskan dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah dilaksanakan. Namun, pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya tidak mencerminkan prinsip demokrasi.  [22]

Selain berdasarkan alasan tersebut di atas, terdapat pertimbangan mengenai kegentingan yang memaksa sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang didalamnya

  • memuat tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang apabila: adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
  • Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
  • kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Atas dasar tersebut maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini diatur mengenai KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya melakukan  seluruh tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Agar tercipta kualitas Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas maka selain memenuhi persyaratan formal administratif juga dilakukan uji kompetensi dan integritas melalui Uji Publik oleh akademisi, tokoh masyarakat, dan Komisioner KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.

Guna menjamin transparansi dan efisiensi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota maka lembaga penegak hukum wajib mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pendanaan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan dapat  didukung melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Adapun pelaksanaan Kampanye difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan menggunakan paradigma efisiensi, efektifitas,dan proporsionalitas. Dalam rangka menegakkan supremasi hukum dalam konteks kesatuan hukum nasional, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengatur penyelesaian baik penyelesaian untuk perselisihan hasil Pemilihan Gubernur maupun perselisihan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota di tingkat Pengadilan Tinggi dan dapat mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Agung yang putusannya bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Dengan demikian kami menyimpulkan bahwa Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Selain itu sejak merdeka tahun 1945, Negara Indonesia sudah melaksanakan pemilihan umum (pemilu) sebanyak 11 kali. Mulai dari pemilu pertama di tahun 1955 hingga pemilu tahun 2014 ini. Pemilu tahun 2014 ini merupakan pemilu yang  ke-11 yang dilakukan Indonesia.

3.2    Saran

Sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih, gunakanlah hak pilih dengan sebaik-baiknya. Janganlah mengambil pilihan untuk tidak memilih (golput), karena hak pilih tersebut dapat disalahgunakan oknum-oknum yang menghalalkan segara cara untuk meraih kemenangan dalam pemilu ini. Berpartisipasilah dalam setiap kegiatan demokrasi di Indonesia, karena satu suara menentukan nasib satu bangsa.

3.3    LAMPIRAN (Pertanyaan)

  • Didasarkan pada apakah setiap perubahan peraturan yang terjadi dalam setiap pemilu? (Agnes 4431007)
  • Apa alasan ditetapkannya ambang batas parlemen sebanyak 25%, dan bagaimana pandangan presentan mengenai pemilu 2014? (Indra Hernawan 44313007)
  • Apa sajakah alasan masyarakat untuk golput dalam pemilu, lalu bagaimana upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat golput? (Julita Silaban 44313019)

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, M. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Pikiran Rakyat

Kompas Book Publishing, Jakarta ISBN 978-979-709-394-5.

Law No. 42/2008 on the Election of the President and Vice-president

Markus Junianto Sihaloho, ‘Presidential Threshold Likely to Here to Stay’, The Jakarta Globe, 13 September 2013.

Komisi  Pemilihan  Umum.  2014.  Data  Pemilih  Sementara  Hasil  Pemutarakhiran  Pilpres. [Online] Diakses dari http://data.kpu.go.id/ss7.php pada tanggal 31 Juli 2014.

Komisi  Pemilihan  Umum.  2014. Data  Pemilih  Sementara Hasil  Perbaikan.  [Online] Diakses dari http://data.kpu.go.id/dpshp.php pada tanggal 30 Juli 2014.

Komisi  Pemilihan Umum. 2014. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 411/Kpts/KPU/TAHUN2014.[Online]Diakses dari http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_SK_KPU_411.pdf pada tanggal 1 Agustus 2014.

Komisi Pemilihan Umum. 2014.  KPU Tetapkan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.  [Online] Diakses dari   http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2014/3433/KPU-Tetapkan-Hasil-Pemilu-Presiden-dan-Wakil-Presiden-2014 pada tanggal 1 Agustus 2014.

Komisi Pemilihan Umum. 2013. Peraturan Komisi Pemilihan Umum No.15 Tahun 2013. [Online] Diakses dari http://www.kpu.go.id/dmdocuments/pkpu_15_2013_kampanye.pdf pada tanggal 1 Agustus 2014.

Komisi Pemilihan Umum. Tanpa Tahun. Pemilu di Indonesia. [Online] Diakses dari http://kpu.go.id/dmdocuments/modul_1c.pdf pada tanggal 2 Agustus 2014.

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Partai Politik. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Ramadhan, B. 2014. Ini Syarat Wajib Jadi Capres dan Cawapres Versi KPU. [Online] Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/16/n5ncy3-ini-syarat-wajib-jadi-capres-dan-cawapres-versi-kpu pada tanggal 3 Agustus 2014.

Rumahpemilu.com. 2014. Gambaran Singkat Pemilihan Umum 2014 di Indonesia. [Online] Diakses dari http://www.rumahpemilu.org/in/read/3351/Brief-Overview-of-the-2014-Elections-in-Indonesia.html pada tanggal 1 Agustus 2014.

Sekretariat Negara. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Jakarta: Sekretariat Negara.

Zulfikar, A. 2014. Ini Syarat Menjadi Capres dan Cawapres. [Online] Diakses dari http://pemilu.metrotvnews.com/read/2014/04/30/236917/ini-syarat-menjadi-capres-dan-cawapres pada tanggal 3 Agustus 2014.

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum

[2] Cholisin,2000.“Dasar-dasarIlmuPolitik”,FakultasIlmuSosial,UniversitasNegeriYogyakarta

[3] Cholisin,2000.“Dasar-dasarIlmuPolitik”,FakultasIlmuSosial,UniversitasNegeriYogyakarta

kpujakarta

[4] kpujakarta.go.id

[5] Budiarjo, 2000

[6] KPU

[7] KPU.go.id

[8]KPU.go.id

[9] Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

[10] KPU.go.id

[11] KPU.go.id

[12] KPU.go.id

[13] Denny Indrayana (2008) Indonesian Constitutional Reform 1999-2002: An Evaluation of Constitution-Making in Transition, Kompas Book Publishing, Jakarta ISBN 978-979-709-394-5.

[14]  Law No. 42/2008 on the Election of the President and Vice-president

[15] Markus Junianto Sihaloho, ‘Presidential Threshold Likely to Here to Stay’, The Jakarta Globe, 13 September 2013.

[16] Ina Parlina, ‘Ruling stymies Prabowo’s bid’, The Jakarta Post, 25 Januari 2014

[17]  Antara News: KPU tetapkan Jokowi-JK sebagai presiden-wapres terpilih

[18] KPU Siap Dipanggil Pansus Pilpres. Diakses dari situs berita Tempo pada 20 Agustus 2014

[19]  PPP: Pansus Pilpres Bukan untuk Gulingkan Pemerintahan Baru. Diakses dari situs berita Jawa Post News Network pada 20 Agustus 2014

[20] Selesai di MK, Prabowo akan Tempuh Gugatan ke PTUN dan MA. Diakses dari situs Tribun News pada 20 Agustus 2014

[21] Pikiran Rakyat

[22] http://www.parlement.net